Cobaan di kelas XI sudah dimulai sejak pertama
masuk sekolah. Mulai dari hal peralatan sekolah sampai biaya untuk foto copyan
dan lain sebagainya. Salah satunya adalah yang sangat saya butuhkan, yakni
buku. Sebelumnya, sebenarnya paman sudah menjanjikan untuk membelikan buku buat
saya, tapi entah kenapa sampai sekarang buku itu belum saya terima. Mungkin
karena paman ada kebutuhan lain yang harus dibeli sehingga dana untuk membeli
buku tersebut terpaksa beliau gunakan atau mungkin juga karena lupa. Tapi,
apapun alasannya, saya berfikir bahwa itu belum rezeki saya.
Alhamdulillah, akhirnya Tuhan memberi
rizki dari arah yang berbeda. Buku yang saya perlukan akhirnya saya dapatkan,
meskipun dalam jumlah kurang. Sebelum masuk sekolah kemarin, saya sempat ikut
membantu kegiatan MASTAMA (Masa Ta’arruf Santri Madrasah) atau yang kalau
disekolah negeri disebut MOS (Masa Orientasi Siswa). Dari kegiatan itu, kami
yang ikut diberikan buku oleh pihak madrasah.
Sudah rahasia umum bahwa kebutuhan
sekolah itu tak hanya buku. Beberapa biaya lain seperti biaya foto copyan, dan
lain sebagainya pun harus ada. Dan saya mendapat masalah lagi, saya tidak punya
uang untuk itu. Melihat kondsi orang tua saat ini, saya tidak tega untuk
meminta semua biaya itu. Mereka sudah cukup susah karena banyak hal, saya tidak
ingin menambah kesusahan itu. Tapi di satu sisi, saya bayar pakai apa? Kerja?
Bagaimana bisa kerja? Setiap hari saya sekolah dan lapangan kerja untuk anak
sekolahan seperti kami sangat langka. Jangankan kami, orang yang telah dewasa
pun kesulitan sehingga membuat mereka terpaksa harus merantau ke luar negeri,
menjadi TKI.
Untuk uang saku, saya dikasih jika ada
uang, dan itu pun tak lebih dari Rp 2.000. Kalian yang membaca mungkin tertawa,
bisa dapat apa dengan uang Rp 2000? Bisa kenyang? Dengan uang Rp 2000 itu sebenarnya bisa
digunakan untuk membeli makanan, yang kalau dipakai membeli gorengan bisa dapat
4 buah. Tapi, sayangnya itu jarang saya lakukan. Saya lebih memilih menyimpan
uang itu dan ketika ada biaya yang harus dikeluarkan, misalnya untuk foto
copiyan atau beli pulpen maka uang itu yang saya gunakan.
Namun, mengingat uang saku tidak
diberikan setiap hari dan jumlahnya pun minim, tidak semua biaya bisa saya
bayar. Pernah suatu hari, kami dapat tugas untuk membeli water colour untuk
kebutuhan praktik dalam pelajaran seni budaya. Guru mengizinkan kami untuk
membeli satu kotak berdua. Sehingga biaya pembelian nya bisa dibagi dua.
Tetapi, yang namanya uang tidak ada, mau dibagi dua atau tiga tetap saja itu
masalah bagi saya. Saat itu saya harus mengeluarkan uang Rp 6.500, sementara
uang yang saya pegang hanya Rp 2.000. Jadi, dengan sangat terpaksa saya
memberanikan diri untuk meminjam uang kepada teman. Padahan, sebenarnya saya
sangat malu untuk melakukannya.
Bagaimana nanti saya menggantinya?
Pikir saya kemudian. Mau meminta ke orang tua, saya takut, malu dan tak tega,
meski uang tersebut hanya berjumlah Rp 4.500. Saya tidak tega menambah
kesusahan orang tua, saya benar-benar tak tega.
Untungnya teman saya itu orangnya
pengertian. Ketika saya bilang bahwa saya belum ada uang untuk mengganti
uangnya, ia bilang “nggak apa-apa, ntar diganti kalau sudah ada” . Dalam hati
saya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan, bahwa dalam setiap
kesulitan yang saya alami, Dia selalu memberikan kasih sayang-Nya dalam bentuk
yang luar biasa.
Terima kasih Tuhan!
Terima kasih ibu!
Terima kasih ayah!
Do’akan semoga suatu hari saya bisa
membahagiakan kalian dengan cara yang indah!
Aku mencintai kalian!
Tetebatu Selatan, 12 Agustus 2017
XI-MIA
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon