>

Bersama Kesulitan, Ada Kemudahan! - MIA Diary


Cobaan di kelas XI sudah dimulai sejak pertama masuk sekolah. Mulai dari hal peralatan sekolah sampai biaya untuk foto copyan dan lain sebagainya. Salah satunya adalah yang sangat saya butuhkan, yakni buku. Sebelumnya, sebenarnya paman sudah menjanjikan untuk membelikan buku buat saya, tapi entah kenapa sampai sekarang buku itu belum saya terima. Mungkin karena paman ada kebutuhan lain yang harus dibeli sehingga dana untuk membeli buku tersebut terpaksa beliau gunakan atau mungkin juga karena lupa. Tapi, apapun alasannya, saya berfikir bahwa itu belum rezeki saya.

Alhamdulillah, akhirnya Tuhan memberi rizki dari arah yang berbeda. Buku yang saya perlukan akhirnya saya dapatkan, meskipun dalam jumlah kurang. Sebelum masuk sekolah kemarin, saya sempat ikut membantu kegiatan MASTAMA (Masa Ta’arruf Santri Madrasah) atau yang kalau disekolah negeri disebut MOS (Masa Orientasi Siswa). Dari kegiatan itu, kami yang ikut diberikan buku oleh pihak madrasah.

Sudah rahasia umum bahwa kebutuhan sekolah itu tak hanya buku. Beberapa biaya lain seperti biaya foto copyan, dan lain sebagainya pun harus ada. Dan saya mendapat masalah lagi, saya tidak punya uang untuk itu. Melihat kondsi orang tua saat ini, saya tidak tega untuk meminta semua biaya itu. Mereka sudah cukup susah karena banyak hal, saya tidak ingin menambah kesusahan itu. Tapi di satu sisi, saya bayar pakai apa? Kerja? Bagaimana bisa kerja? Setiap hari saya sekolah dan lapangan kerja untuk anak sekolahan seperti kami sangat langka. Jangankan kami, orang yang telah dewasa pun kesulitan sehingga membuat mereka terpaksa harus merantau ke luar negeri, menjadi TKI.

Untuk uang saku, saya dikasih jika ada uang, dan itu pun tak lebih dari Rp 2.000. Kalian yang membaca mungkin tertawa, bisa dapat apa dengan uang Rp 2000? Bisa kenyang?  Dengan uang Rp 2000 itu sebenarnya bisa digunakan untuk membeli makanan, yang kalau dipakai membeli gorengan bisa dapat 4 buah. Tapi, sayangnya itu jarang saya lakukan. Saya lebih memilih menyimpan uang itu dan ketika ada biaya yang harus dikeluarkan, misalnya untuk foto copiyan atau beli pulpen maka uang itu yang saya gunakan.  

Namun, mengingat uang saku tidak diberikan setiap hari dan jumlahnya pun minim, tidak semua biaya bisa saya bayar. Pernah suatu hari, kami dapat tugas untuk membeli water colour untuk kebutuhan praktik dalam pelajaran seni budaya. Guru mengizinkan kami untuk membeli satu kotak berdua. Sehingga biaya pembelian nya bisa dibagi dua. Tetapi, yang namanya uang tidak ada, mau dibagi dua atau tiga tetap saja itu masalah bagi saya. Saat itu saya harus mengeluarkan uang Rp 6.500, sementara uang yang saya pegang hanya Rp 2.000. Jadi, dengan sangat terpaksa saya memberanikan diri untuk meminjam uang kepada teman. Padahan, sebenarnya saya sangat malu untuk melakukannya.

Bagaimana nanti saya menggantinya? Pikir saya kemudian. Mau meminta ke orang tua, saya takut, malu dan tak tega, meski uang tersebut hanya berjumlah Rp 4.500. Saya tidak tega menambah kesusahan orang tua, saya benar-benar tak tega.

Untungnya teman saya itu orangnya pengertian. Ketika saya bilang bahwa saya belum ada uang untuk mengganti uangnya, ia bilang “nggak apa-apa, ntar diganti kalau sudah ada” . Dalam hati saya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan, bahwa dalam setiap kesulitan yang saya alami, Dia selalu memberikan kasih sayang-Nya dalam bentuk yang luar biasa.

Terima kasih Tuhan!

Terima kasih ibu!
Terima kasih ayah!
Do’akan semoga suatu hari saya bisa membahagiakan kalian dengan cara yang indah!

Aku mencintai kalian!


Tetebatu Selatan, 12 Agustus 2017
XI-MIA



Previous
Next Post »