>

Catatan 135: Ikut Berjuang dalam Dunia Pendidikan

Seseorang pernah berkata, “manusia tidak bisa dirubah, tetapi bisa dipengaruhi!”.

Suatu hari aku pernah bertanya, “mengapa bisa begitu?” Namun, yang ku tanya hanya diam, memberikan senyuman, dan akhirnya berkata, “menemukan sendiri jawabannya terasa lebih indah dari pada ku beritahu sekarang”

Hari ini, aku berperan sebagai seorang guru di sebuah lembaga pendidikan swasta. Lembaga pendidikan yang tentu saja memiliki visi yang hendak dicapai. Aku belum memahami visi mereka, lebih tepatnya belum ku ingat. Kalau ku baca mungkin pernah, tapi belum sempat masuk ke dalam pikiran. Namun, sebagaimana lembaga pendidikan lainnya, tentu inti visinya adalah untuk mencerdaskan generasi muda.

Sebelumnya, aku sempat berfikir untuk tidak berada di lingkungan pendidikan mengingat kondisi sistem pendidikan yang tidak ilmiah dan demokratis, begitu kata temanku yang secara perlahan ku dapatkan fakta-fakta terkait dengan itu. Temanku pernah membahasakan dunia pendidikan hari ini seperti hutan yang sedang terbakar, dan kami (aku dan dia) seperti burung-burung kecil dengan idealisme yang tinggi, melebih tingginya puncak Rinjani.

Bagaimana bisa seekor burung bisa memadamkan api yang ada dihutan? Aku mulai berlogika tentang hal itu. Kekekuatan apa yang dimiliki oleh sang burung, sementara hewan lain yang memiliki kekuatan lebih besar darinya justru diam bersembunyi, bahkan ikut-ikutan membakar hutan. Jika berteriak kepada hewan-hewan lainnya tentu suaranya tak terdengar, kalau pun terdengar, tentu tak terlalu mendapat banyak perhatian. Lalu apa  yang harus dilakukan oleh sang burung? Apakah ia harus tetap melangkah maju, melemparkan tanah-tanah basah agar api yang membakar hutan segera padam? Tetapi berapa lama? Atau lebih baik diam, bersembunyi dan menyusun rencana tindak lanjut apa yang bisa dilakukan ketika kobaran api telah berubah menjadi asap-asap yang menghuni permukaan bumi? Tetapi sampai kapan? Mungkin, ketika kobaran api itu telah sirna, sang burung sudah tak bernapas lagi.

Sayup-sayup suara mulai terdengar, dari relung hati. Memberi saran tentang apa yang harus dilakukan, “mengapa kau berfikir tentang akhir? Kau jalani saja, padamkan api itu! Kalau pun usahamu tak berhasil memadamkan api itu, minimal Tuhanmu melihat kerja kerasmu, dan tentu saja mendengar niatmu. Bukankah hidup itu begitu, bagaimana berbuat agar bisa mendekat dan kembali kepada-Nya. Terlepas dari apakah kau berhasil atau tidak dengan usahamu. Fokusmu hanyalah proses, dan hasil adalah urusan-Nya”.

Maka, setelah kurenungkan akhirnya aku pun bergegas mengambil semua perlengkapan untuk berjuang bersama yang lainnya, memberi pendidikan terbaik bagi generasi muda. Menjalani peran di bawah sistem pendidikan yang kurikulumnya tak pernah berhenti di revisi.  
Previous
Next Post »