Suatu hari aku
pernah bertanya, “mengapa bisa begitu?” Namun, yang ku tanya hanya diam,
memberikan senyuman, dan akhirnya berkata, “menemukan sendiri jawabannya terasa
lebih indah dari pada ku beritahu sekarang”
Hari ini, aku berperan
sebagai seorang guru di sebuah lembaga pendidikan swasta. Lembaga pendidikan
yang tentu saja memiliki visi yang hendak dicapai. Aku belum memahami visi
mereka, lebih tepatnya belum ku ingat. Kalau ku baca mungkin pernah, tapi belum
sempat masuk ke dalam pikiran. Namun, sebagaimana lembaga pendidikan lainnya,
tentu inti visinya adalah untuk mencerdaskan generasi muda.
Sebelumnya, aku
sempat berfikir untuk tidak berada di lingkungan pendidikan mengingat kondisi
sistem pendidikan yang tidak ilmiah dan demokratis, begitu kata temanku yang
secara perlahan ku dapatkan fakta-fakta terkait dengan itu. Temanku pernah
membahasakan dunia pendidikan hari ini seperti hutan yang sedang terbakar, dan
kami (aku dan dia) seperti burung-burung kecil dengan idealisme yang tinggi,
melebih tingginya puncak Rinjani.
Bagaimana bisa
seekor burung bisa memadamkan api yang ada dihutan? Aku mulai berlogika tentang
hal itu. Kekekuatan apa yang dimiliki oleh sang burung, sementara hewan lain
yang memiliki kekuatan lebih besar darinya justru diam bersembunyi, bahkan
ikut-ikutan membakar hutan. Jika berteriak kepada hewan-hewan lainnya tentu
suaranya tak terdengar, kalau pun terdengar, tentu tak terlalu mendapat banyak
perhatian. Lalu apa yang harus dilakukan
oleh sang burung? Apakah ia harus tetap melangkah maju, melemparkan tanah-tanah
basah agar api yang membakar hutan segera padam? Tetapi berapa lama? Atau lebih
baik diam, bersembunyi dan menyusun rencana tindak lanjut apa yang bisa
dilakukan ketika kobaran api telah berubah menjadi asap-asap yang menghuni
permukaan bumi? Tetapi sampai kapan? Mungkin, ketika kobaran api itu telah
sirna, sang burung sudah tak bernapas lagi.
Sayup-sayup suara
mulai terdengar, dari relung hati. Memberi saran tentang apa yang harus
dilakukan, “mengapa kau berfikir tentang akhir? Kau jalani saja, padamkan api
itu! Kalau pun usahamu tak berhasil memadamkan api itu, minimal Tuhanmu melihat
kerja kerasmu, dan tentu saja mendengar niatmu. Bukankah hidup itu begitu,
bagaimana berbuat agar bisa mendekat dan kembali kepada-Nya. Terlepas dari
apakah kau berhasil atau tidak dengan usahamu. Fokusmu hanyalah proses, dan
hasil adalah urusan-Nya”.
Maka, setelah
kurenungkan akhirnya aku pun bergegas mengambil semua perlengkapan untuk
berjuang bersama yang lainnya, memberi pendidikan terbaik bagi generasi muda.
Menjalani peran di bawah sistem pendidikan yang kurikulumnya tak pernah
berhenti di revisi.
Sign up here with your email

ConversionConversion EmoticonEmoticon