Hari ini
salah seorang sahabatku bertanya, “Dari mana kita tahu bahwa perasaan cinta
kepada seseorang itu merupakan anugerah dari Tuhan atau justru tipu daya setan?”
Ditanya seperti itu sejenak aku berfikir, emang aku ahli perasaan sampe
diberikan pertanyaan seperti itu? Atau wajahku terlalu romantis sehingga layak mendapat pertanyaan seperti
itu? Tetapi bagaimana pun, mengapa sahabatku itu bukannya bertanya kepada orang
lain, malah kepadaku tentu karena Tuhan mengizinkan. Maka,
bismillahirrahmanirrahiim... semoga jawaban yang ku berikan tidak menyimpang
dari syariat yang diberikan Tuhan.
Mengingat
konsep yang pernah diinfomasikan oleh sang guru bahwa manusia tak punya kuasa
sedikitpun terhadap perasaannya. Perasaan itu dari Allah, baik itu cinta,
galau, resah dan sebagainya, maka langsung ku jawab bahwa “perasaan itu berasal
dari Tuhan, kita hanya bisa memilih apakah dengan perasaan itu kita mulia atau
hina di hadapan Tuhan. Setan hanya berperan untuk menyediakan ruang-ruang yang
akan menjadikan kita hina, untuk membuktikan kebenaran klaimnya pada saat
penciptaan Adam. Dan perasaan sebelum menikah itu bersifat semu yang bisa
hilang sejalan dengan waktu”.
“Lalu apakah
baik, benar atau indah tidak ketika perempuan mengungkapkan perasaannya?”
Tanyanya lagi
“Jika sudah siap
menikah Bunda Khadijah telah memberikan teladan saat ia meminang Rasulullah
SAW, dan jika belum siap menikah, Fatima, putri Rasulullah SAW telah memberikan
keteladanan ketika ia memendam perasaannya kepada Ali bin Abi Thalib hingga
akhirnya Tuhan memberikan restu dan menyatukan mereka dalam ikatan pernikahan”.
Jawabku
“Itu adalah
keteladanan dalam Islam, tetapi dalam kebudayaan Barat tentu berbeda, tinggal
kita memilih mau ikut budaya Islam atau budaya Barat” Imbuhku.
Dan akhirnya
sahabatku itu mengatakan akan meneladani Fatimah dalam menjaga kesucian
perasaannya. Mengutip pernyataan dari salah seorang penulis bahwa “perasaan pun
punya kehormatan”.
Sign up here with your email

ConversionConversion EmoticonEmoticon