>

Catatan 84: Ketika Perempuan Jatuh Cinta

Hari ini salah seorang sahabatku bertanya, “Dari mana kita tahu bahwa perasaan cinta kepada seseorang itu merupakan anugerah dari Tuhan atau justru tipu daya setan?” Ditanya seperti itu sejenak aku berfikir, emang aku ahli perasaan sampe diberikan pertanyaan seperti itu? Atau wajahku terlalu romantis  sehingga layak mendapat pertanyaan seperti itu? Tetapi bagaimana pun, mengapa sahabatku itu bukannya bertanya kepada orang lain, malah kepadaku tentu karena Tuhan mengizinkan. Maka, bismillahirrahmanirrahiim... semoga jawaban yang ku berikan tidak menyimpang dari syariat yang diberikan Tuhan.

Mengingat konsep yang pernah diinfomasikan oleh sang guru bahwa manusia tak punya kuasa sedikitpun terhadap perasaannya. Perasaan itu dari Allah, baik itu cinta, galau, resah dan sebagainya, maka langsung ku jawab bahwa “perasaan itu berasal dari Tuhan, kita hanya bisa memilih apakah dengan perasaan itu kita mulia atau hina di hadapan Tuhan. Setan hanya berperan untuk menyediakan ruang-ruang yang akan menjadikan kita hina, untuk membuktikan kebenaran klaimnya pada saat penciptaan Adam. Dan perasaan sebelum menikah itu bersifat semu yang bisa hilang sejalan dengan waktu”.

“Lalu apakah baik, benar atau indah tidak ketika perempuan mengungkapkan perasaannya?” Tanyanya lagi

“Jika sudah siap menikah Bunda Khadijah telah memberikan teladan saat ia meminang Rasulullah SAW, dan jika belum siap menikah, Fatima, putri Rasulullah SAW telah memberikan keteladanan ketika ia memendam perasaannya kepada Ali bin Abi Thalib hingga akhirnya Tuhan memberikan restu dan menyatukan mereka dalam ikatan pernikahan”. Jawabku

“Itu adalah keteladanan dalam Islam, tetapi dalam kebudayaan Barat tentu berbeda, tinggal kita memilih mau ikut budaya Islam atau budaya Barat” Imbuhku.

Dan akhirnya sahabatku itu mengatakan akan meneladani Fatimah dalam menjaga kesucian perasaannya. Mengutip pernyataan dari salah seorang penulis bahwa “perasaan pun punya kehormatan”.
Previous
Next Post »