Bukan masalah harga tetapi etika
Bukan masalah uang tetapi kesopanan
Seorang ibu menjual barang kepada seorang
pedangan, sepuluh ikat sapu lidi yang dia hargai Rp 4.000,00 per ikat.
Kesepakatan terjadi namun tidak diikuti oleh transaksi langsung. Maka, atas
dasar kepercayaan maka sang ibu menyerahkan barangnya kepada sang pedangang
dengan perjanjian bahwa barang tersebut akan dibayar sore harinya.
Namun, karena lupa sang ibu tak
mengunjungi sang pedagang. Dan sang pedagang pun tak menghampiri sang ibu,
mungkin karena adanya asumsi bahwa ia sang ibulah yang akan ke tempatnya. Dua
hari berlalu, sang ibu baru ingat tentang barangnya. Ia pun menghampiri sang
pedagang untuk mengambil uang pembayaran yang harus diterima. Tetapi, sang pedagang memberikan jawaban bahwa uang yang hendak diberikan kepadanya (sang
ibu) terlanjur dibelanjakan. Maka, sang ibu pun menjelaskan bahwa barang itu
merupakan barang titipan orang dan berharap bisa menerima bayarnya besok pagi.
Keesokan harinya sang pedagang
menghampiri sang ibu, memberikan bayar atas barang yang ia beli darinya. Ketika
menghitung nominal uang yang diterima jumlahnya hanya Rp 30.000. “Kok segini?”
Tanya sang ibu kepada pedagang.
“Sekarang lagi sepi pembeli. Saya bayar
segitu saja” Jawab sang pedagang
“Loh gimana? Kok bisa begitu?”
“Ya, soalnya sekarang lagi sepi, jadi
saya bayar segitu saja. Itu juga barangnya entah laku kapan!”
Maka, sang ibu hanya diam menerima, tak
mampu berkata lagi. Minimal ia bersyukur bahwa barang itu dibayar meski kurang.
Kisah di atas adalah kisah nyata.
Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah tersebut.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon